Sudah lama praktik premanisme terjadi di sekitar kita. Seseorang atau sekelompok orang kerap meminta uang dari kita seolah itu kewajiban. Hal itu terjadi di lingkungan kerja, rumah atau perumahan, dan di tempat-tempat lain.
Sesungguhnya praktik semacam ini merupakan tindakan pemerasan yang tidak disadari. Kita sebagai warga, pendatang baru, atau orang yang menomor satukan kenyamanan terbiasa memenuhinya saja agar terhindar dari kerugian atau ketidaknyaman. Hal itu marak terjadi namun belum terlihat tindakan yang tuntas instansi terkait untuk menertibkan praktik premanisme yang terabaikan ini. Padahal Pasal 368 KUHP ayat (1) berbunyi:
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.” Di tempat lain baru-baru ini terdapat sebuah kasus yang lebih besar dimana seorang pemilik sebidang tanah yang sah malah diusir oleh sekelompok orang. Tanah tersebut selama ini telah dijadikan tempat bermain anak-anak dan lahan parkir yang mendatangkan penghasilan kelompok orang tersebut selama ini tanpa seijin pemilik. Masalah sempat semakin rumit karena warga setempat ikut ambil bagian di pihak kelompok orang dimaksud. Maklum sekelompok orang itu diketahui kemudian adalah warga masyarakat setempat.
Sesungguhnya kejadian semacam ini tidak boleh dibiarkan dan ditolerir atas nama apapun, termasuk atas nama kemiskinan. Dengan kata lain, kemiskinan tidak serta merta menjadikan seseorang itu kebal hukum. Sebab hukum berlaku bagi semua orang bahwa seseorang atau sekelompok orang tak berhak memaksakan kehendaknya menempati, menguasai dan mengambil manfaat ekonomi dari lahan yang bukan miliknya atau tanpa seijin pemilik. Sebab hukum tegas melarang tindak pidana seperti ini sebagai delik penyerobotan lahan dengan sanksi pidana penjara selama empat tahun (Pasal 385 KUHP).
Beberapa praktik penyerobotan tanah dimaksud yang memenuhi unsur penyerobotan menurut Pasal 385 KUHP antara lain:
mencuri, merampas, menduduki atau menempati tanah atau rumah secara fisik yang merupakan milik sah orang lain, mengklaim hak milik secara diam-diam, melakukan pematokan atau pemagaran secara ilegal, melakukan penggarapan tanah, melakukan penjualan suatu hak atas tanah, dan menggusur atau mengusir secara paksa pemilik tanah sebenarnya. Praktik atau peristiwa semacam ini marak terjadi. Banyak orang tidak menyadari bahwa dianya telah menjadi korban ketidakadilan dan korban premanisme. Dan tak jarang pemilik tanah diperas dengan dasar ganti rugi atau kerohiman. Dan peristiwa semakin merajalela karena pemilik tanah sering memilih tidak mau repot dengan urusan-urusan seperti ini lalu menyanggupi permintaan (pemerasan) sekelompok orang demi kelancaran dan berbagai pertimbangan keamanan dan kenyamanan lainnya. Tindakan pemilik lahan tanah tersebut sesunguhnya tidaklah tepat. Dia tanpa menyadari telah ikut menyuburkan kejahatan terjadi sehingga praktik semacam akan berlangsung terus-menerus.
Bila ada pihak-pihak yang mengalami hal-hal tersebut diatas, silahkan konsultasi dengan kami. Anda dan setiap warga negara berhak merasa aman dan nyaman karena dilindungi hukum dari perbuatan premanisme semacam ini.
Dan secara moral, Anda juga berkewajiban dan bertanggungjawab untuk menertibkan praktik semacam ini dengan menggunakan kekuatan hukum di garda terdepan. Sebab kebobrokan berlangsung terus-menerus ketika warga mendiamkan praktik tersebut terjadi.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 (Perpu 51/1960) tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya
Bila Anda ingin konsultasi tentang kasus terkait, dan atau membutuhkan penanganan kasus hukumnya dan kasus hukum lain,
Hubungi kami: ProVeritas Lawyers