PERKAWINAN SEORANG WANITA: UNTUK SAHNYA PERKAWINAN SESEORANG WANITA TELAH BERUMUR 24 TAHUN DAN BERSTATUS JANDA, TIDAK DIPERLUKAN IZIN ORANG TUA ATAU WALI
WARIS
HAK WARIS ISTRI YANG BERLAINAN AGAMA DENGAN SUAMI: ISTRI YANG BERAGAMA SELAIN ISLAM YANG DITINGGAL MATI OLEH SUAMI YANG BERAGAMA ISLAM TIDAK TERMASUK AHLI WARIS, AKAN TETAPI IA BERHAK UNTUK MENDAPAT WASIAT WAJIBAH DARI HARTA WARISAN SUAMINYA SEBANYAK PORSI WARIS ISTRI.
KEJELASAN WAKTU MENINGGALNYA AHLI WARIS: KARENA AHLI WARIS PENGGANTI MAUPUN AHLI WARIS YANG DIGANTIKAN TELAH SAMA-SAMA MENINGGAL, MAKA WAKTU MENINGGALNYA MASING-MASING HARUS DISEBUTKAN DENGAN JELAS, BAIK DALAM SURAT GUGATAN MAUPUN DALAM KONSTATERING HAKIM. APABILA TIDAK, MAKA GUGATAN TIDAK DAPAT DITERIMA (NO) KARENA KABUR.
HARUS MENCANTUMKAN SELURUH AHLI WARIS. AKTA PEMBAGIAN WARIS DILUAR SENGKETA (AKTA P3HP) EKS PASAL 107 UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 SEBAGAIMANA DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006 HARUS MENCANTUMKAN SELURUH AHLI WARIS. APABILA TIDAK, MAKA AKTA TERSEBUT DAPAT DIGUGAT KEMBALI DAN DINYATAKAN TIDAK BERKEKUATAN HUKUM DENGAN ALASAN TERDAPAT KEKELIRUAN YANG NYATA
BAHWA DIDALAM HUKUM WARIS MAL WARIS, DIMANA MENGENAI SENGKETA TENTANG HARTA PENINGGALAN PARA AHLI WARIS YANG MASIH ADA HUBUNGAN KELUARGA TIDAK DAPAT TERMASUK SENGKETA MILIK DAN DIKUATKAN OLEH KETERANGAN PARA SAKSI, OLEH KARENA HARUS DINYATAKAN TIDAK DAPAT DITERIMA
PENGADILAN AGAMA DILUAR JAWA-MADURA BERWENANG MENETAPKAN TENTANG KEAHLI WARISAN DAN PENENTUAN BAGIAN-BAGIAN HAK WARIS, (ERFPORTIE) ANTARA ORANG-ORANG YANG BERAGAMA ISLAM, SEDANGKAN MENGENAI SENGKETA APAKAH RUMAH ITU KEPUNYAAN ALM H. UMAR BAAY ATAU H. ABDULLAH BAAY, SEBAGAI SENGKETA MENGENAI HAK MILIK, TERMASUK WEWENANG PENGADILAN NEGERI
HUKUM ACARA
BAHWA PENGGABUNGAN BEBERAPA TUNTUTAN DARI PENGGUGAT DAPAT DIBENARKAN SEPANJANG GABUNGAN TUNTUTAN PERCERAIAN DENGAN SEGALA AKIBAT HUKUMNYA SEBAGAIMANA DIATUR DALAM PASAL 86 UU NOMOR 7 TAHUN 1989, SEDANGKAN TUNTUTAN LAINNYA YANG TIDAK DIATUR DALAM PASAL TERSEBUT CUKUP DINYATAKAN TIDAK DAPAT DITERIMA, TIDAK SEHARUSNYA KESELURUHAN GUGATAN PENGGUGAT DINYATAKAN TIDAK DAPAT DITERIMA DENGAN ALASAN OBSCUUR LIBEL
BAHWA PEMBERIAN 1/2 BAGIAN DARI GAJI TERGUGAT KEPADA PENGGUGAT SEBAGAIMANA DIATUR DALAM PASAL 8 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 1983, DIRUBAH DENGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 1990, MENGENAI PERATURAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL, BUKAN MERUPAKAN HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA. KARENA PEMBERIAN 1/2 GAJI TERGUGAT KEPADA PENGGUGAT MERUPAKAN KEPUTUSAN PEJABAT TATA USAHA NEGARA
BAHWA JUDEX FACTI DALAM HAL INI PTA JAYAPURA TELAH SALAH MENERAPKAN HUKUM, DIMANA SAKSI KELUARGA YANG DIATUR PASAL 76 UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 ADALAH MENGATUR TENTANG PERCERAIAN YANG DISEBABKAN OLEH ALASAN SYIQOK DAN PERCEKCOKAN EX PASAL 19 HURUF F DAN PASAL 22 AYAT(2) PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1975 DAPAT PULA DIDENGAR KESAKSIAN DARI PIHAK KELUARGA
BAHWA MENGENAI PENILAIAN HASIL PEMBUKTIAN PADA TINGKAT KASASI ADALAH TIDAK DAPAT DIPERTIMBANGKAN DIDALAM MASALAH PERKARA PEMBATALAN NIKAH TERSEBUT
PENGADILAN TINGGI AGAMA TELAH SALAH MENERAPKAN HUKUM KARENA TIDAK MEMBERIKAN PERTIMBANGAN YANG TEPAT DALAM HAL MEMBATALKAN PUTUSAN PENGADILAN AGAMA, BAHWA PEMOHON KASASI/PENGGUGAT ASAL NYATANYA BERKEDIAMAN DI KLATEN, APALAGI MENYANGKUT KEWENANGAN RELATIF DARI PENGADILAN HARUS DIAJUKAN DALAM EKSEPSI OLEH TERMOHON KASASI/TERGUGAT ASAL PADA SIDANG PERTAMA DAN MAHKAMAH AGUNG MENGADILI SENDIRI
TERHADAP PUTUSAN YANG DIBERIKAN TINGKAT TERAKHIR OLEH PENGADILAN-PENGADILAN LAIN DARIPADA MAHKAMAH AGUNG I.C MAHKAMAH ISLAM TINGGI CABANG SURABAYA, KASASI DAPAT DIMINTA KEPADA MAHKAMAH AGUNG DENGAN MENEMPUH JALAN PENGADILAN DALAM PEMERIKSAAN KASASI DARI PERKARA PERDATA. PUTUSAN PENGADILAN AGAMA/MAHKAMAH ISLAM TINGGI YANG DIMOHONKAN KASASI KEPADA MAHKAMAH AGUNG. TIDAK DAPAT DIKUKUHKAN OLEH PENGADILAN NEGERI, KARENA PUTUSAN TERSEBUT BELUM MEMPUNYAI KEKUATAN TETAP
DITOLAK DARI PENGADILAN AGAMA TINGKAT I DAPAT MENGAJUKAN ATAU MEMOHONKAN KE TINGKAT BANDING DAN KASASI: PENYAMPAIAN PERMOHONAN PEMERIKSAAN KASASI KEPADA PANITERA PENGADILAN DALAM LINGKUNGAN PERADILAN AGAMA YANG TIDAK DITERIMA, TIDAK DAPAT MENGURANGI HAK PARA PENCARI KEADILAN UNTUK MENGAJUKAN PERMOHONAN PEMERIKSAAN KASASI KEPADA MAHKAMAH AGUNG SECARA LANGSUNG. TERHADAP PENETAPAN DARI PENGADILAN AGAMA YANG MENOLAK PERMOHONAN IZIN DARI SEORANG SUAMI UNTUK MENCERAIKAN ISTERINYA, DAPAT DIMOHONKAN BANDING DAN KASASI
HARTA BERSAMA
PEMBAGIAN HARTA BERSAMA TERHADAP SUAMI YANG TIDAK MEMBERI NAFKAH TERHADAP ANAK DAN ISTRI KAIDAH HUKUM: ISTRI MENDAPAT ¾ BAGIAN DARI HARTA BERSAMA, KARENA HARTA BERSAMA TERSEBUT DIHASILKAN OLEH ISTRI DAN SUAMI TIDAK MEMBERIKAN NAFKAH TERHADAP ANAK DAN ISTRI SELAMA 11 TAHUN.
BAHWA SENGKETA HARTA BERSAMA/GONO GINI, DIMANA ARGUMENTASI TENTANG KETIDAK JELASAN GUGATAN PERMOHON KASASI/PENGGUGAT ASAL TIDAK JELAS DAN PTA MANADO DIDALAM PERTIMBANGANNYA TIDAK LENGKAP, OLEH KARENANYA HARUS DIBATALKAN
HAL-HAL MENGENAI PEMBAGIAN BARANG GONO-GINI TERMASUK WEWENANG PENGADILAN NEGERI
HIBAH
BAHWA SESEORANG YANG MENDALILKAN MEMPUNYAI HAK ATAS TANAH BERDASARKAN HIBAH, HARUS DAPAT MEMBUKTIKAN KEPEMILIKAN ATAS HIBAH TERSEBUT SEBAGAI DIMAKSUD OLEH PASAL 210 AYAT(1) KHI DAN APABILA DIPEROLEH BERDASARKAN HIBAH MAKA SEGERA TANAG TERSEBUT DIBALIK NAMAKAN, ATAS NAMA PENERIMA HIBAH, JIKA TIDAK DEMIKIAN KALAU TIMBUL SENGKETA DIKEMUDIAN HARI, MAKA STATUS TANAH TERSEBUT TETAP SEPERTI SEMULA KECUALI BENAR-BENAR DAPAT DIBUKTIKAN PERUBAHAN STATUS KEPEMILIKANNYA
BAHWA DIDALAM PERKARA GUGATAN MENGENAI HIBAH DAPAT DINYATAKAN BATAL, APABILA SI PENERIMA HIBAH TIDAK DAPAT MEMBUKTIKAN SECARA NYATA BAHWA BARANG TERSEBUT TELAH DIHIBAHKAN KEPADANYA
HIBAH YANG MELAWAN HUKUM: HIBAH YANG MELEBIHI 1/3 DARI LUAS OBJEK SENGKETA YANG DIHIBAHKAN ADALAH BERTENTANGAN DENGAN KETENTUAN HUKUM
ALASAN PERCERAIAN
BAHWA DIKARENAKAN PERSELISIHAN YANG TERUS-MENERUS DAN SUDAH TIDAK DAPAT DIDAMAIKAN KEMBALI SERTA SUDAH TIDAK SATU ATAP LAGI/SERUMAH KARENA TIDAK DISETUJUI OLEH KELUARGA KEDUA BELAH PIHAK, MAKA DAPAT DIMUNGKINKAN JATUHNYA IKRAR TALAK
BAHWA OLEH KARENA PERCEKCOKAN TERUS MENERUS DAN TIDAK DAPAT DIDAMAIKAN KEMBALI DAN TELAH TERBUKTI BERDASARKAN KETERANGAN SAKSI, MAKA DAPAT DIMUNGKINKAN PUTUSAN PERCERAIAN ANTARA PENGGUGAT DAN TERGUGAT TERSEBUT
ISI PASAL 19 F PP NOMOR 9 TAHUN 1975 TERPENUHI APABILA JUDEX FACTI BERPENDAPAT BAHWA ALASAN PERCERAIAN TELAH TERBUKTI TANPA MEMPERSOALKAN SIAPA YANG SALAH
KALAU PENGADILAN TELAH YAKIN BAHWA PERKAWINAN INI TELAH PECAH, BERARTI HATI KEDUA BELAH PIHAK TELAH PECAH PULA, MAKA TERPENUHILAH ISI PASAL 29 F PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1975
FAKTA-FAKTA YANG TERBUKTI CUKUP MENUNJUKKAN ADANYA "PERTENGKARAN YANG TERUS MENERUS YANG TIDAK DAPAT DIDAMAIKAN LAGI", SEHINGGA GUGATAN PENGGUGAT. AGAR DIFASAKHKAN PERNIKAHANNYA DENGAN TERGUGAT, HARUS DIKABULKAN
DIDALAM HAL GUGATAN IKRAR THALAK, DIMANA PIHAK AYAH IBU DAPAT DIANGKAT SEBAGAI SAKSI DAN DISESUAIKAN DENGAN KETERANGAN PARA SAKSI DARI TERGUGAT
PEMELIHARAAN ANAK
PERTIMBANGAN UTAMA DALAM MASALAH HADLANAH (PEMELIHARAAN ANAK) ADALAH KEMASLAHATAN DAN KEPENTINGAN SI ANAK, DAN BUKAN SEMATA-MATA YANG SECARA NORMATIF PALING BERHAK. SEKALIPUN SI ANAK BELUM BERUMUR 7 (TUJUH) TAHUN, KARENA SI IBU SERING BERPERGIAN KE LUAR NEGERI SEHINGGA TIDAK JELAS SI ANAK HARUS BERSAMA SIAPA, SEDANGKAN SELAMA INI TELAH TERBUKTI SI ANAK TELAH HIDUP TENANG DAN TENTRAM BERSAMA AYAHNYA, MAKA DEMI KEMASLAHATAN SI ANAK HAK HADLANAH-NYA DISERAHKAN KEPADA AYAHNYA.
NAFKAH
ISTRI YANG MENGGUGAT CERAI SUAMINYA TIDAK SELALU DIHUKUMKAN NUSYUZ. MESKIPUN GUGATAN PERCERAIAN DIAJUKAN OLEH ISTRI, TIDAK TERBUKTI ISTRI TELAH BERBUAT NUSYUZ, MAKA SECARA EX OFFICIO SUAMI DAPAT DIHUKUM UNTUK MEMBERIKAN NAFKAH IDDAH KEPADA BEKAS ISTRI, DENGAN ALASAN BEKAS ISTRI HARUS MENJALANI MASA IDDAH, YANG TUJUANNYA ANTARA LAIN UNTUK ISTIBRA YANG MENYANGKUT KEPENTINGAN SUAMI.
BAHWA APABILA TELAH TERJADI PERCERAIAN, MAKA AKIBAT PERCERAIAN HARUS DITETAPKAN SESUAI DENGAN KEBUTUHAN HIDUP MINIMUM BERDASARKAN KEPATUTAN DAN KEADILAN, DAN UNTUK MENJAMIN KEPASTIAN DAN MASA DEPAN ANAK PERLU DITETAPKAN KEWAJIBAN SUAMI UNTUK MEMBIAYAI NAFKAH ANAK-ANAKNYA.
POLIGAMI
BAHWA SUATU PERKAWINAN YANG DILAKUKAN OLEH SESEORANG YANG TELAH MEMPUNYAI ISTRI, SEYOGYANYA HARUS DISERTAI IZIN DARI PENGADILAN AGAMA SEBAGAIMANA YANG TELAH DITETAPKAN DIDALAM PASAL 3,9,24 DAN 25 UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974.
KUASA HUKUM
BAHWA SURAT GUGATAN MENGENAI GUGATAN CERAI TERSEBUT TIDAK DAPAT DIJADIKAN ALASAN YURIDIS FORMALITAS YANG MENGAKIBATKAN SURAT GUGATAN CACAT HUKUM YANG DIATUR DALAM PASAL 142 AYAT(1) DAN PASAL 147 AYAT(1) RBG. DIMANA SEORANG KUASA HUKUM DENGAN SALAH SATU PIHAK TIDAK AKAN TERJADI ATAU MENJADI KUASA HUKUM BAGI PIHAK LAINNYA.