Perjanjian Tidak Sah dalam Hal Terdapatnya Klausula Baku dan Klausula Eksonerasi dalam Perjanjian Hukum terkait perlindungan konsumen kian mendapat perhatian guna menjamin kepastian hukum yang lebih adil bagi konsumen. Hal itu berangkat dari kesadaran bahwa antara pengusaha dan konsumen acap tidak berada dalam posisi setara. Dalam berbagai keadaan, konsumen kerap dalam posisi lemah bila berhadapan dengan pengusaha.
Hubungan antara pengusaha sebagai penjual barang dan atau jasa dengan konsumen misalnya sering berlangsung tidak adil. Kondisi emosional kebanyakan konsumen yang diburu keinginanan akan sesuatu yang ditawarkan oleh pengusaha untuk segera dinikmati atau dimiliki sering tak sadar dimanfaatkan oleh pengusaha atau calon penjual. Dalam keadaan seperti ini, konsumen sering terburu-buru menandatangani dokumen (perjanjian) tanpa membaca secara seksama isi perjanjian terlebih dahulu. Konsumen sering abai akan akibat dari tindakannya berpotensi menimbukan kerugian di suatu waktu oleh jebakan perjanjian yang dibuat sepihak oleh pengusaha.
Dulu hingga sekarang masih terdapat pengusaha yang telah terlebih dahulu menyiapkan
draft atau konsep perjanjian dalam rangka menjual barang atau jasanya. Dalam
draft dimaksud acap ditemukan hal-hal yang tidak menguntungkan bagi konsumen. Dengan kata lain, dalam
draft dimaksud telah dirancang untuk menempatkan pengusaha dalam posisi lebih aman dan kuat. Resiko-resiko bisnis dibuat sedemikian rupa berpihak kepada pengusaha.
Draft perjanjian itu biasanya dicetak dalam jumlah eksemplar yang banyak. Staff perusahaan yang mewakili pimpinan pengusaha akan menyodorkan draf dimaksud untuk ditandatangani oleh konsumen. Dengan demikian, dalam hal terjadi penandatangan dokumen oleh kedua belah pihak, perjanjian dan perikatan diantara keduanya seolah-olah dianggap telah terjadi. Konsumen yang kurang pengetahuan hukum sering menerima begitu saja dengan pasrah. Entah sudah berapa banyak masyarakat sebagai konsumen yang mengalami kerugian oleh karena ketidaktahuannya, sementara itu menjadi keuntungan bagi pengusaha yang berkelanjutan.
Praktik perjanjian yang isinya dibuat sepihak oleh pengusaha dimana usul atau masukan konsumen tidak diberi ruang dikenal dengan istilah klausula baku. Menurut Kamus Hukum Kontemporer oleh M. Firdaus Sholihin dan Wiwin Yulianingsih bahwa klausula baku berarti "setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen atau perjanjian mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen." Sedangkan Klausula Eksonerasi menurut I.P.M. Ranuhandoko B.A. dalam bukunya “Terminologi Hukum Inggris-Indonesia” diartikan sebagai “membebaskan seseorang atau badan usaha dari suatu tuntutan atau tanggung jawab.” Dalam pengertian bahwa terdapat klausula yang membebaskan pengusaha dalam hal ditemukan suatu masalah kemudian hari terkait dengan perjanjian.
Meski dalam teori perjanjian mengenal prinsip
pacta sunt servanda yakni perjanjian merupakan undang-undang bagi yang membuatnya, tetapi dalam hal ini, tidak lagi sepenuhnya dapat dibenarkan menurut hukum. Pada beberapa tahun belakangan ini topik ini telah melahirkan hukum baru bahwa Perjanjian Tidak Sah dalam Hal Terdapatnya Klausula Baku dan Klausula Eksonerasi dalam perjanjian dimaksud.
Perjanjian yang bermuatan Klausula Baku dan Klausula Eksonerasi bertentangan dengan prinsip hukum. Sebab perjanjian dikatakan sah apabila telah disepakati oleh kedua belah pihak sesuai dengan asas konsensualisme. Sementara itu, asas konsensualisme harus berpedoman pada norma Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur bahwa : “Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yakni:
- Sepakat mengikatkan diri;
- Cakap secara hukum membuat perikatan;
- Karena suatu hal tertentu; dan
- Suatu sebab yang halal.
Demikianlah penjelasan mengenai perjanjian tidak sah dalam hal terdapatnya klausula baku dan klausula eksonerasi di Indonesia. Semoga informasi ini dapat menyelamatkan konsumen dari jebakan isi perjanjian oleh pengusaha dan pihak-pihak lain yang berbisnis secara serakah.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
- Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
- Peraturan Pemerintah No 58 tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
- Putusan Pengadilan
Bila Anda ingin konsultasi dan atau membutuhkan penanganan kasus hukum,
Hubungi kami: ProVeritas Lawyers