Hutang-piutang sering berakhir dengan masalah ketika salah satu pihak tidak mematuhi kewajiban yang dulunya diperjanjikan. Hubungan perdata antara yang meminjamkan (kreditur) dengan peminjam (debitur) bisa dengan surat perjanjian atau dengan lisan.
Dengan surat perjanjian atau lisan sama-sama dapat dimintai pertanggungjawaban di hadapan hukum.
Bila peminjam nampaknya tak lagi menunjukkan itikad baik meski masih memiliki kesanggapun, ada baiknya kreditur menempuh jalan dengan cara-cara yang elegan. Bila dengan surat perjanjian maka peminjam diduga telah melakukan wanprestasi atau cidera janji. Sedangkan bila hanya dengan lisan tanpa surat perjanjian hutang-piutang, si peminjam dapat diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Sebelum menempuh jalur hukum melalui pengadilan, ada baiknya si peminjam diberi peringatan (somasi). Bila somasi tidak mengubah keadaan, kreditur sebaiknya mengajukan gugatan ke pengadilan negeri domisili debitur. Adapun hal-hal yang perlu dipersiapkan adalah bukti-bukti yang berlaku di pengadilan, yakni bukti surat, bukti saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah.
Bukti Surat adalah segala sesuatu bentuk tertulis yang menunjukkan hubungan kedua belah pihak terkait hutang-piutang.
Bukti Saksi adalah pihak-pihak atau setiap orang yang dapat dimintai keterangan atas peristiwa hukum tersebut, baik berdiri sebagai saksi dalam surat perjanjian maupun sekedar tahu-menahu atas transaksi kedua belah pihak.
Bukti Persangkaan adalah persangkaan menurut undang-undang yang digariskan dalam Pasal 1916 KUHPerdata dan persangkaan hakim sebagaimana terdapat dalam Pasal 1922 KUHPerdata.
Bukti Pengakuan sebagai alat bukti (Pasal 174-176 HIR dan 1923 KUH Perdata) yaitu pernyataan atau keterangan yang disampaikan di hadapan hakim tentang hal-hal yang terkait dengan hutang-piutang. Sedangkan Bukti Sumpah dalam Pasal 1929, dibagi menjadi 3 jenis yaitu, sumpah decisoir atau sumpah pemutus, sumpah suppletoir atau sumpah tambahan dan sumpah aestimatoire atau sumpah penaksir.
Bukti Sumpah menurut Yahya Harahap adalah alat bukti berupa keterangan atau pernyataan yang dikuatkan atas nama Tuhan, dengan tujuan:
- Agar orang yang bersumpah dalam memberi keterangan atau pernyataan itu, takut atas murka Tuhan apabila dia berbohong;
- Takut kepada murka atau hukuman Tuhan dianggap sebagai daya pendorong bagi yang bersumpah untuk menerangkan yang sebenarnya.
Kelima alat bukti diatas akan baik bila dapat semua dipenuhi. Namun hal itu jarang terjadi. Diperlukan konsultasi dengan ahli hukum untuk menemukan alat bukti mana saja yang dapat menguatkan gugatan nanti di pengadilan.
Dan dalam gugatan, penggugat dapat menuntut berbagai kerugian yang dialaminya akibat dari wanprestasi atau perbuatan melawan hukum si peminjam. Artinya penggugat layak mengira, bila sekiranya si peminjam tidak ingkar janji atau melawan hukum sesuai kesepakatan, penggugat (kreditur) berpotensi mendapat keuntungan yang lebih besar.
Ingat, bila hubungan antara kreditur dan debitur tidak mengatur bunga pinjaman dalam perjanjian maka menurut UU, penggugat berhak setidak-tidaknya dapat menuntut bunga 6%.
Bila Anda ingin konsultasi dan atau membutuhkan penanganan kasus hukum,
Hubungi kami: ProVeritas Lawyers