a a a a a
Logo Header  Header Kanan  Footer
JAM KANTOR
Senin - Jum’at 09 : 00 - 17 : 00
KONSULTASI
+6287777794718
Logo Header  Header Kanan  Footer
Bantuan Hukum Gratis Bagi Masyarakat
Bantuan Hukum Gratis Bagi Masyarakat
Bantuan Hukum di Masa Covid-19
Pandemi Covid-19 hampir menyerang semua sendi-sendi kehidupan di seluruh dunia, dan Indonesia salah satunya. Aspek ekonomi negara dan masyarakat luas merupakan salah satu sendi yang paling terimbas. Hal itu berdampak buruk terhadap semua aspek lain, termasuk dalam rangka memenuhi hak-hak akan keadilan hukum. Sebab ada kalanya, tanpa ketersediaan biaya, hak hukum dapat terampas oleh orang lain atau gugur dengan sendirinya.

Bila keadaan ini relevan dengan kehidupan Anda saat ini, Anda tidak perlu resah lagi. Sebab negara melalui SEMA No. 10 Tahun 2010 tentang Bantuan Hukum, telah lama membenarkan sebuah proses pengadilan tanpa biaya atau secara cuma-cuma. Langkah ini dibuat untuk mengakomodir warga negara yang memerlukan penanganan pengadilan namun terbatas dari aspek pembiayaan perkara. Ini menunjukkan bahwa hak setiap warga negara tidak boleh ditunda oleh apapun termasuk oleh halangan biaya untuk mencari keadilan. Pembiayaan itu diambil alih oleh negara melalui Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) pengadilan.

Untuk menggunakan fasilitas ini, ditentukan beberapa syarat yang dapat dipenuhi, yakni surat-surat keterangan yang menerangkan ketidak-sanggupan secara ekonomi. Perangkat RT hingga kelurahan telah disiapkan untuk menunjang pelaksanaan SEMA yang merupakan tehnik pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-cuma yakni dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Perlu diketahui bahwa pengajuan perkara (Gugatan atau Permohonan) tanpa biaya hanya berlaku untuk satu tingkat pengadilan, tahap di pengadilan negeri, misalnya. Tetapi bila proses berlanjut misalnya ke tingkat banding dan kasasi, permohonan baru dapat diajukan kembali. Itu artinya, setiap warga negara berhak mendapat akses peradilan dari tingkat pertama hingga akhir tanpa biaya tentu dengan memenuhi beberapa syarat yang dapat diurus.

Bila Anda atau siapa saja merasa kesulitan untuk mendapat hak-hak tersebut diatas, Anda dapat mendatangi kantor hukum dimana saja untuk mendapat bantuan hukum, baik untuk memperoleh informasi lengkap tentang berperkara di pengadilan tanpa biaya, maupun meminta bantuan hukum langsung dari advokat yang berkantor di kantor hukum tersebut.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-cuma diuraikan sangat lengkap, termasuk kewajiban Advokat memberi bantuan hukum kepada masyarakat tertentu secara cuma-cuma. Peraturan Pemerintah No. 83 Tahun tersebut diatas merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Pada pasal 1 ayat (3) UU Advokat disebut, Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma adalah jasa hukum yang diberikan Advokat tanpa menerima pembayaran honorarium meliputi pemberian konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan yang tidak mampu. Pada Pasal Pasal 2 PP Bantuan Hukum ditegaskan bahwa Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan. Dan dipertegas lagi pada Pasal 12 ayat (1) UU Advokat yang berbunyi: Advokat dilarang menolak permohonan Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma. Dan pada ayat (2) diatur hal yang dapat dilakukan Pemohon bila Advokat lalai akan tugasnya, yakni: Dalam hal terjadi penolakan permohonan pemberian bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon dapat mengajukan keberatan kepada Organisasi Advokat atau Lembaga Bantuan Hukum yang bersangkutan.

Selanjutnya, dalam hal Anda kesulitan mendapat hak-hak diatas termasuk karena terdapatnya Advokat tidak bersedia menjalankan kewajibannya sebagaimana disebut pada UU No. 18 Tahun 2003 tenang Advokat dan Peraturan Pemerintah No. 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-cuma, Anda dapat meminta bantuan advokat di kantor hukum lainnya termasuk ProVeritas Lawyers, dst.

Bila Anda ingin konsultasi dan atau membutuhkan penanganan kasus hukum yang Anda hadapi, silahkan hubungi kami:
ProVeritas Lawyers

Read More
Ketika Developer Gagal Memenuhi Janji Tepat Waktu
Ketika Developer Gagal Memenuhi Janji Tepat Waktu
Hukum Properti dan Perlindungan Konsumen
Niat hati untuk segera memiliki rumah atau properti dengan jerih payah sendiri tapi sering gagal oleh karena developer tidak menepati janji tepat waktu. Bahkan tak jarang cicilan sudah berlangsung beberapa tahun, tetapi pembangunan di lokasi yang dijanjikan belum juga terjadi proses pembangunan. Padahal untuk mewujudkan mimpi itu, tak jarang sebagian besar dari penghasilan per bulan telah kita alokasikan sebagai cicilan untuk mempercepat waktu memperoleh rumah sendiri sepenuhnya.
Lalu apa kata hukum perihal demikian?

Pada dasarnya bila developer gagal memenuhi janji tepat waktu, Anda sebagai calon pembeli berhak menerima pengembalian seluruh pembayaran yang pernah disetor kepada pihak-pihak developer paling lambat 30 hari sejak pembatalan. Keseluruhan pengembalian uang dimaksud tanpa terkecuali. Dengan kata lain semua biaya-biaya yang sudah disetorkan harus kembali tanpa ada potongan apapun, termasuk potongan biaya administrasi.

Secara hukum memang membolehkan adanya perjanjian terhadap sesuatu yang objek yang diperjanjikan belum ada sebagaimana harusnya akan ada. Dalam hal ini objek dimaksud adalah perjanjian untuk pemilikan rumah misalnya. Ini sering disebut dengan istilah indent. Hal itu dibolehkan hukum sepanjang memenuhi beberapa syarat. Namun demikian perlu diperhatikan, indent dalam hal ini biasanya bahwa ketika proses perjanjian (Akad Kredit Pemilikan untuk Rumah) sedang dilakukan, pembangunan rumah juga sedang dalam proses pembangunan dalam waktu yang sama.

Sesungguhnya posisi developer sebagai pihak dalam perjanjian mempunyai tanggungjawan hukum yang sangat besar menurut hukum khususnya hukum perlindungan konsumen. Dalam hal developer tidak dapat mempertanggungjawabkan janjinya misalnya, developer dapat digugat secara perdata dan dituntut secara pidana. Disamping kemungkinan terdapat tipu muslihat seperti niat penipuan, developer juga dapat dijerat dengan pidana yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Bahkan salah satu ketentuan dalam UU ini mengatur secara tegas bahwa dalam hal developer dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan. Pengingkaran terhadap norma ini diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau pidana denda paling banyak 500 juta rupiah.

Namun demikian, meskipun pembeli secara hukum dilindungi, mengingat proses hukum memakan waktu yang panjang dan biaya, sebaiknya hati-hati dalam memutuskan membeli properti yang indent.

Dasar Hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen;
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 11/PRT/M/2019 Tahun 2019 tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah.


Bila Anda ingin konsultasi dan atau membutuhkan penanganan kasus hukum terkait hal diatas dan atau kasus hukum lainnya,
silahkan hubungi kami:
ProVeritas
Lawyers

Read More
Menghadapi Kasus Hukum di Hadapan Penyidik
Menghadapi Kasus Hukum di Hadapan Penyidik
Melawan Aparat yang Tidak Bertanggungjawab
Panik dan atau takut mungkin itulah hal yang dialami seseorang ketika harus berhadapan dengan aparat hukum negara seperti penyidik dari kepolisian. Berurusan dengan kepolisian biasanya terkait dengan adanya dugaan tindak pidana yang diduga dilakukan oleh seseorang atau keluarga sendiri. Berurusan dengan pihak berwajib (aparat hukum kepolisian, kejaksaan, KPK, dll) dapat dalam kedudukan anda atau keluarga anda sebagai saksi, terperiksa, korban, tersangka, dan lain-lain yang kemungkinan ada kaitanya dengan terjadinya sebuah tindak pidana.

Berurusan dengan kepolisian juga dapat terjadi karena anda atau keluarga sedang ditahan baik penahanan setelah menajalani pemeriksaan maupun karena tertangkap tangan. Dan bisa juga berhadapan dengan kepolisian karena dianggap tahu atau terlibat pada satu tindak pidana yang dilakukan orang lain yang anda sendiri sebelumnya tidak tahu apa-apa. Membeli sebuah barang dari seseorang yang ternyata penadah hasil tindak pidana pencurian, misalnya.

Masih banyak hal yang tak terduga dimana anda atau keluarga dihadapkan dengan kenyataan harus berhadapan dengan kepolisian. Bila hal itu terjadi, hal pertama dan utama yang anda upayakan adalah berusaha bersikap dan bertindak tenang. Pastikan tidak berlaku emosional karena hal itu dapat mempersulit diri anda sendiri. Dan sebagai warga negara yang wajib taat hukum, fokuslah pada penanganan kasus supaya hukum tidak dibelokkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.

Perlu diketahui, hukum memberi hak-hak konstitusional kepada setiap warga negara baik orang yang diduga atau diputus (vonis) bersalah telah melakukan sebuah tindak pidana. Pengetahuan warga hukum yang terbatas selama ini sering menjadikannya menjadi korban ketidak-adilan hukum. Maklum masih saja ada aparat hukum dan oknum yang memanfaatkan kesulitan orang lain untuk mencari keuntungan pribadi dengan sengaja tidak berperilaku atau menjalankan tugas sebagaimana harusnya sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) berdasarkan UU No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan aturan perundang-undangan lainnya.

Semua status seseorang di hadapan penyidik dari kepolisian misalnya, mempunyai hak-hak fundamental yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun terutama penyidik itu sendiri. Baik sebagai saksi, korban, tertangkap tangan, terperiksa, tersangka, atau berstatus sebagai tahanan, penyitaan, penggeledahan, proses penangguhan penanganan, dan lain-lain masing-masing mempunyai prosedur baku yang ketat. Mekanisme itu adalah bersifat wajib dijalankan oleh penyidik sebenar-benarnya, kalau tidak dapat diajukan praperadilan untuk dinyatakan tidak sahnya penangkapan, penahanan, dan SP3 oleh pengadilan.

Perlu pendampingan hukum yang benar dari seseorang atau beberapa kuasa hukum untuk menghindari kerugian-kerugian yang tidak seharusnya terjadi. Pastikan telah megetahui hak asasi anda bahwa hukum tertinggi negara kita menjamin setiap warga negara bebas dari tindakan semena-mena, ancaman, penganiayaan, dll dari siapa pun dan oleh karena apa pun.

Perlu memilih kuasa hukum yang benar agar tidak terjadi kerugian yang jauh lebih besar karena ulah oknum yang tidak bertanggungjawab secara keilmuan hukum, integritas, dan moral.

Mari mendukung penegakan hukum yang adil di negeri tercinta ini sebagaimana harusnya, yakni cepat, sederhana, dan murah. Aparat hukum terutama advokat (kuasa hukum) ada seharusnya untuk memastikan keadilan berjalan di rel hukum yang seadil-adilnya, bukan menimpakan tangga kepada orang yang sedang jatuh karena kepentingan pribadinya.

Bila Anda ingin konsultasi dan atau membutuhkan penanganan kasus hukum terkait dan kasus hukum lainnya,
silahkan hubungi kami: ProVeritas Lawyers
Read More
Pembagian Harta Bersama atau Harta GonoGini
Pembagian Harta Bersama atau Harta Gono-Gini
Perkawinan dan Perceraian
Perceraian sebuah pasangan suami-istri biasanya terkait erat dengan hal-hal lain. Selain perolehan hak asuh anak jatuh ke tangan siapa, yang tak kalah penting adalah terkait pembagian harta bersama yang lazim juga disebut dengan harta gono-gini. Menurut Pasal 35 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) pembagian harta dalam perkawinan menjadi tiga macam, diantaranya:

  1. Harta Bawaan, yaitu harta yang diperoleh suami atau istri dari sebelum perkawinan. Masing-masing mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta benda bawaannya.

  2. Harta Masing-Masing Suami Atau Istri Yang Diperoleh Melalui Warisan Atau Hadiah Dalam Perkawinan, yaitu Hak terhadap harta benda ini sepenuhnya ada pada masing-masing suami atau istri.

  3. Harta Bersama Atau Gono-gini, yaitu harta yang diperoleh selama perkawinan.

Kali ini kami akan menguraikan beberapa hal terkait pembagian harta bersama atau Gono-gini. Pengetahuan ini penting agar harta bersama yang sangat berharga dan bersejarah yang sangat penting untuk kelanjutan hidup diri sendiri dan keluarga pasca perceraian tidak jatuh pada tangan orang lain, seperti kepada seseorang yang lain oleh tindakan mantan pasangan. Langkah hukum cepat lain sangat penting dilakukan guna menghindari peralihan-peralihan ke tangan pihak ketiga yang dapat menelan biaya, waktu, dan tenaga yang panjang dan melelahkan. Dan karena kurang sigap, sangat mungkin harta bersama tertentu tidak lagi dapat dipulihkan.

Apa itu Harta Bersama atau Gono – Gini?
Harta Bersama atau Gono-gini merupakan harta bersama dengan mantan pasangan perkawinan yang diperoleh selama perkawinan berlangsung. Kecuali ditentukan lain dalam bentuk perjanjian sebelum pernikahan yakni perjanjian pranikah (prenuptial agreement), penghasilan masing-masing (suami dan istri) disatukan sebagai satu dan merupakan milik bersama. Dalam hal ini bahkan, meskipun hanya salah seorang dari pasangan yang bekerja untuk menghasilkan harta, hasil usaha atau pekerjaan tersebut juga merupakan harta bersama.

Landasan Hukum Harta Bersama atau Gono-gini
Seluk beluk Harta Bersama diatur sistematis dalam aturan hukum dan perundang-undangan. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Di dalam Kitab Undang-Undang Perdata (KUHPer) dinyatakan bahwa percampuran harta diantara suami dan istri mulai terjadi sejak pernikahan terjadi. Akibatnya, harta suami dan istri tersebut menyatu dan dikenal sebagai harta bersama di mata hukum. Menurut KUHPer ini, ketika pasangan suami istri dinyatakan bercerai oleh pengadilan, maka harta mereka harus dibagi sama rata, baik bagi suami maupun istri. Harta yang dimaksudkan dalam hal ini antara lain semua keuntungan maupun kerugian yang sudah didapatkan dari usaha yang dimiliki pasangan suami istri tersebut selama mereka masih memiliki status menikah. Sekali lagi, semua harta yang dimiliki oleh suami maupun istri sejak pernikahan terjadi termasuk di dalam harta bersama.

Untuk diketahui, setelah Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mulai diberlakukan, ada sedikit perubahan pengaturan terkait harta bersama. Harta bersama dalam UU tentang Perkawinan Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2) dijelaskan harta mana saja yang termasuk di dalam harta bersama. Bila Kitab Undang-Undang Perdata menyatakan bahwa semua harta yang dimiliki oleh suami dan istri termasuk di dalam harta bersama, UU Perkawinan menyatakan bahwa yang termasuk di dalam harta bersama hanyalah harta yang didapatkan selama pernikahan. Artinya, hanya harta yang didapatkan ketika pasangan suami istri masih dalam status menikah saja yang akan dibagi ketika terjadi perceraian. Sedangkan harta yang dimiliki oleh masing-masing suami dan istri yang merupakan harta bawaan atau warisan masih menjadi miliki masing-masing. Dalam hal itu, dalam hukum berlaku asas Lex specialis derogat legi generali yakni hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis). Yang artinya, UU Perkawinan dapat mengesampingkan LUHPer sepanjang tidak diatur lain oleh aturan perundang-undangan yang berkaitan.

Pembagian Harta Bersama
Dalam Pasal 37 UU Perkawinan terkait Pembagian Harta Bersama setelah perceraian disebutkan bahwa konsekuensi dari perceraian adalah pembagian harta bersama yang harus diatur menurut hukumnya masing-masing. Artinya, pasangan suami dan istri yang bercerai harus melakukan pembagian harta bersama sesuai dengan hukum masing-masing.

Hukum masing-masing yang dimaksudkan dalam UU Perkawinan ialah beberapa hukum yang dapat diterapkan, misalnya hukum agama, hukum adat, dan hukum-hukum lain yang berlaku bagi kedua pasangan tersebut. Maka dari itu, perceraian dan model pembagian harta bersama diserahkan kepada pihak-pihak yang terlibat di dalam perceraian tersebut. Dalam hal proses pembagian harta bersama (gono – gini) diserahkan kepada pihak suami dan istri, maka pembagian harta bersama dari tiap pasangan yang bercerai bisa berbeda-beda. Hal tersebut sah dilakukan sepanjang menemukan kata sepakat.

Sebagai contoh, pada orang yang beragama Islam, pembagian harta bersama diatur dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 97 yang menyatakan bahwa janda atau duda yang bercerai memiliki hak untuk mendapatkan seperdua dari harta bersama. Pada agama Katolik yang tidak mengenal perceraian, urusan mengenai pembagian harta bersama dapat dilakukan melalui proses perdata walaupun perceraian mereka dianggap tidak sah.

Tetapi apabila pada akhirnya tidak ditemukan kesepakatan di antara kedua belah pihak, baik suami maupun istri, maka pengadilan akan menerapkan hukum positif negara yakni sebagaimana menurut KUHPer dan UU Perkawinan berikut aturan turunannya.

Penting diketahui, meskipun pada prinsipnya harta bersama dibagi dua, tetapi hakim di pengadilan dapat memutus berbeda sepanjang dapat diyakinkan. Hakim misalnya akan memperhatikan alasan-alasan perceraian demi keadilan pasangan yang paling dirugikan, siapa yang lebih berperan dalam menghasilkan pendapatan rumah tangga, dan lain-lain.

Kami ProVeritas Lawyers memiliki wawasan dan strategi yang mumpuni dalam hal ini. Pembagian harta bersama yang adil yakni keputusan yang berpihak kepada korban ketidakadilan dari pasangan sangat penting diperjuangkan.

Dasar Hukum:

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

  2. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

  3. Kompilasi Hukum Islam



Bila Anda ingin konsultasi dan atau membutuhkan penanganan kasus hukum terkait dan kasus hukum lainnya,
silahkan hubungi kami: ProVeritas Lawyers
Read More
Proveritas Lawyers Untuk Warga Miskin dan Korban Ketidakadilan
Proveritas Lawyers Untuk Warga Miskin dan Korban Ketidakadilan
Di Negara Hukum, Keadilan Itu Harusnya Adalah Keniscayaan
Wibawa hukum di sebuah negara sering terpuruk hingga tapal batas terendah karena ulah dan perilaku aparat / penegak hukum itu sendiri. Yang dimaksud dengan aparat / penegak hukum di Indonesia termasuk hakim, jaksa, advokat, dan polisi. Perselingkuhan para aparat hukum, mafia hukum dan peradilan, rendahnya mutu moral penegak hukum, dan lain-lain adalah faktor-faktor yang tidak lagi rahasia. Hal itu diperbincangkan dimana-mana dan malah santer terdengar dan terbaca di ruang-ruang publik. Di samping itu, mencari keadilan kadang seperti mencari jarum di tumpukan jerami, dan hukum hanya berpihak kepada orang yang sanggup membayar juga ungkapan-ungkapan kekecewaan dan kepedihan lain masyarakat yang berbasis fakta. Pesimisme sosial semacam ini terjadi tidak lain tidak bukan karena mutu buruk penegak hukum itu sendiri.

Hukum pada hakekatnya adalah alat keadilan dan kesejajaran hidup. Dengan hukum, orang lemah sejajar dengan orang kuat, yang kaya dan miskin diperlakukan sama, yang buta huruf dan berpendidikan tinggi sama-sama menunaikan hak dan kewajiban, dan lain-lain. Sebaliknya adalah malapetaka bangsa dan kemanusiaan bila hukum justeru mempermudah urusan orang kaya tetapi menelantarkan orang miskin, mengedepankan perlindungan bagi warga yang kuat lalu mengorbankan hak-hak warga yang lemah, serta memprioritaskan warga berpendidikan dan membodoh-bodohi warga buta aksara. Hukum pada pokoknya memfungsikan setiap pihak pada kapasitasnya yakni penegak hukum sungguh-sungguh menegakkan hukum dan keadilan, dan warga hukum tanpa memandang perbedaan dipaksa tunduk kepada kewajiban-kewajiban hukum.

Hukum seharusnya tidak identik dengan biaya tinggi, popularitas, dan kekayaan. Dalam memilih dan menggunakan jasa hukum seorang advokat, misalnya. Semakin nyaring terdengar bahwa ada harga ada kualitas. Kualitas dalam urusan hukum misalnya dikerdilkan seperti merujuk kepada advokat tertentu. Dengan advokat A misalnya, klien kerap lolos dari jeratan hukum, serba menang dalam perkara di pengadilan, dan semua urusan cepat selesai karena jaringan relasi yang berlapis-lapis oleh kesaktian sogok-menyogok. Kualitas dimaksud telah direduksi sedemikian rupa mengabdi kepada kapitalisme pasar yakni kepraktisan dan kesenangan lalu menyingkirkan kelaziman moral dan etik.

Para advokat di ProVeritas Lawyers telah membuktikan kesalahan stigma keliru dimaksud. Berkat pengetahuan dan pengalaman, kami menggunakan pendekatan dan strategi penanganan kasus yang efektif mendobrak kultur buruk di lembaga-lembaga hukum tertentu demi meraih keadilan sejati bagi klien.

ProVeritas Lawyers mengusung nilai moralitas bahwa keadilan sejatinya adalah hak yang melekat dalam hidup setiap orang. Advokat dituntut berkarya profesional, berjuang dengan kesatria, dan berdedikasi demi nilai dan kemanusiaan.

Tim kami merupakan gabungan ahli-ahli dan akademisi hukum yang terseleksi oleh dasar kompetensi dan integritas yang teruji. Kualifikasi pakar pada bidang-bidang spesifik hukum dan bisnis disertai jejak rekam dan reputasi yang baik adalah prasyarat mutlak setiap anggota tim.

Kehandalan dan keunggulan ilmu, pengetahuan, wawasan, dan pengalaman kami terkait hukum dan bisnis, baik dalam skala lokal dan global menjadi alasan rasional Klien memilih kami selama ini. Berani dan jujur namun tampil bersahaja dan rendah hati merupakan tren, corak, dan ciri yang kami pelihara dan budayakan.

Sebagai pelayan hukum, tugas dan fungsi esensil kami begitu strategis dan mendasar untuk klien dan masyarakat. Untuk itu kami telah memastikan siap hadir melayani kebutuhan layanan hukum kepada semua pihak dengan senantiasa memutakhirkan keahlian guna memenuhi standar profesionalisme.

Sebagai advokat, kami mengemban tugas moral kemanusiaan bahwa keadilan harus melekat bagi setiap warga negara. Dengan karya dan karsa, kami berkewajiban menjaga nama baik dan citra advokat sebagai profesi mulia dan bermartabat (officium nobile). Berbagai ketimpangan dan ketidakadilan di masyarakat adalah keadaan dan kenyataan yang menggugat eksistensi kami sebagai advokat untuk memaknai kembali profesi kami yang tersumpah.

Berkat komitmen dan kerja keras kami menuju yang terbaik, kami layak mengundang Saudara/i untuk sama-sama dengan kami berjuang memulihkan hak-hak hukum setiap orang dan menuntut pihak lain menunaikan kewajibannya yang seharusnya.

Kami telah membuktikan bahwa keadilan tidak identik dengan kekuasaan dan kemampuan ekonomi.

Mari menggunakan hukum sebagai instrumen meraih keadilan untuk bahagia...

Salam ProVeritas Lawyers...
Read More
Pemilik Lahan Terganggu dan Diperas oleh Sekelompok Warga
Pemilik Lahan Terganggu dan Diperas oleh Sekelompok Warga
Pidana Pemerasan dan Penyerobotan Lahan Tanah
Sudah lama praktik premanisme terjadi di sekitar kita. Seseorang atau sekelompok orang kerap meminta uang dari kita seolah itu kewajiban. Hal itu terjadi di lingkungan kerja, rumah atau perumahan, dan di tempat-tempat lain.

Sesungguhnya praktik semacam ini merupakan tindakan pemerasan yang tidak disadari. Kita sebagai warga, pendatang baru, atau orang yang menomor satukan kenyamanan terbiasa memenuhinya saja agar terhindar dari kerugian atau ketidaknyaman. Hal itu marak terjadi namun belum terlihat tindakan yang tuntas instansi terkait untuk menertibkan praktik premanisme yang terabaikan ini. Padahal Pasal 368 KUHP ayat (1) berbunyi:
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”

Di tempat lain baru-baru ini terdapat sebuah kasus yang lebih besar dimana seorang pemilik sebidang tanah yang sah malah diusir oleh sekelompok orang. Tanah tersebut selama ini telah dijadikan tempat bermain anak-anak dan lahan parkir yang mendatangkan penghasilan kelompok orang tersebut selama ini tanpa seijin pemilik. Masalah sempat semakin rumit karena warga setempat ikut ambil bagian di pihak kelompok orang dimaksud. Maklum sekelompok orang itu diketahui kemudian adalah warga masyarakat setempat.

Sesungguhnya kejadian semacam ini tidak boleh dibiarkan dan ditolerir atas nama apapun, termasuk atas nama kemiskinan. Dengan kata lain, kemiskinan tidak serta merta menjadikan seseorang itu kebal hukum. Sebab hukum berlaku bagi semua orang bahwa seseorang atau sekelompok orang tak berhak memaksakan kehendaknya menempati, menguasai dan mengambil manfaat ekonomi dari lahan yang bukan miliknya atau tanpa seijin pemilik. Sebab hukum tegas melarang tindak pidana seperti ini sebagai delik penyerobotan lahan dengan sanksi pidana penjara selama empat tahun (Pasal 385 KUHP).

Beberapa praktik penyerobotan tanah dimaksud yang memenuhi unsur penyerobotan menurut Pasal 385 KUHP antara lain:
mencuri, merampas, menduduki atau menempati tanah atau rumah secara fisik yang merupakan milik sah orang lain, mengklaim hak milik secara diam-diam, melakukan pematokan atau pemagaran secara ilegal, melakukan penggarapan tanah, melakukan penjualan suatu hak atas tanah, dan menggusur atau mengusir secara paksa pemilik tanah sebenarnya.

Praktik atau peristiwa semacam ini marak terjadi. Banyak orang tidak menyadari bahwa dianya telah menjadi korban ketidakadilan dan korban premanisme. Dan tak jarang pemilik tanah diperas dengan dasar ganti rugi atau kerohiman. Dan peristiwa semakin merajalela karena pemilik tanah sering memilih tidak mau repot dengan urusan-urusan seperti ini lalu menyanggupi permintaan (pemerasan) sekelompok orang demi kelancaran dan berbagai pertimbangan keamanan dan kenyamanan lainnya. Tindakan pemilik lahan tanah tersebut sesunguhnya tidaklah tepat. Dia tanpa menyadari telah ikut menyuburkan kejahatan terjadi sehingga praktik semacam akan berlangsung terus-menerus.

Bila ada pihak-pihak yang mengalami hal-hal tersebut diatas, silahkan konsultasi dengan kami. Anda dan setiap warga negara berhak merasa aman dan nyaman karena dilindungi hukum dari perbuatan premanisme semacam ini.

Dan secara moral, Anda juga berkewajiban dan bertanggungjawab untuk menertibkan praktik semacam ini dengan menggunakan kekuatan hukum di garda terdepan. Sebab kebobrokan berlangsung terus-menerus ketika warga mendiamkan praktik tersebut terjadi.

Dasar Hukum:

  • Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

  • Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

  • Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 (Perpu 51/1960) tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya

Bila Anda ingin konsultasi tentang kasus terkait, dan atau membutuhkan penanganan kasus hukumnya dan kasus hukum lain,
Hubungi kami: ProVeritas Lawyers

Read More